Kamus Bahasa Medan dan Artinya – Medan, yang sedang bergerak maju dengan cepat, kini telah menjadi salah satu kota yang populer di antara para wisatawan domestik dan internasional. Kota ini dikenal sebagai destinasi dengan beragam pilihan kuliner yang menggoda dan dapat memanjakan lidah para turis dengan aneka ragam kuliner khasnya. Anda bisa menemukan Lomang di Jalan Flamboyan, rangkaian restoran sepanjang Jalan Gagak Hitam atau yang sering disebut Ring Road, serta Bika Ambon yang menjadi simbol khas kota Medan.
Table of Contents
ToggleKamus Bahasa Medan dan Artinya – Simak Yuk Disini
Namun, bukan kuliner yang akan kita diskusikan kali ini, mungkin di postingan berikutnya, sekarang ayo kita bicara tentang bahasa Medan.
Kami, orang Medan, berbicara dalam bahasa Indonesia. Namun, banyak istilah yang ‘menyimpang’ dari bahasa Indonesia itu sendiri. Anda dapat melihat semua kata-kata yang khas Medan di sini.
Celit = pelit
Hanya ada perbedaan huruf di awal saja. Orang Medan biasanya menyebut orang yang pelit dengan istilah celit. Namun, istilah ini semakin jarang ditemukan di wilayah perkotaan Medan, tetapi di pinggiran Medan istilah ini masih sering digunakan.
Coki: “Cok, bagikan permenmu itu. Sepertinya enak sekali melihatnya”
Ucok: “Ah, saya tidak mau membagikannya kepada kamu, saya saja masih kurang”
Coki: “Kamu pelit sekali, cukup bagikan sedikit saja”
Orang sering berpikir bahwa Suku Batak identik dengan suara keras dan sikap blak-blak-an mereka. Dan hal ini sering disalahpahami melalui film yang menampilkan karakter dengan latar belakang suku Batak dan menggambarkannya dengan aksen yang sangat khas Batak, padahal sebenarnya terlalu berlebihan.
Kreak = belagu
Kamus Bahasa Medan dan Artinya – Orang Medan dikenal keras. Tapi sebenarnya, itu hanya karakteristik khas dari Medan itu sendiri karena didominasi oleh Suku Batak dan Melayu, di mana Batak dikenal keras dan suaranya kuat.
Tidak jarang orang Medan sering membully satu sama lain dengan bahasa yang kasar. Di Medan, untuk menyebut orang yang belagu, mereka biasanya menggunakan kata ‘kreak’. Masih bingung? Coba saja gunakan kata ini saat bertemu orang Medan di daerahmu, pasti dia akan tersenyum dan mengerti maksudnya.
Ucok: “Hoi, siapa orang tuamu, kamu tampak belagu sekali, mengemudi dengan cepat”
Coki: “Anak ibuku, saya sedang terburu-buru. Sudah ya” (sambil melanjutkan pergi)
Congok = Rakus
Jika Anda menemui orang yang makan banyak, maka orang Medan akan menyebut orang tersebut dengan kata ‘congok’.
Coki: “Kamu sangat rakus makan ya, sampai makanan bagian saya pun kamu makan. Saya belum makan!”
Ucok: “eh belum makan kamu? Oh, maaf sekali, saya tadi sangat lapar”
Getek = genit
Getek di sini bukan berarti alat transportasi untuk menyeberangi sungai ya! Di Medan, ‘getek’ berarti ‘genit’, biasanya diiringi dengan sentuhan dan sapaan yang menggoda.
Ucok: “Lihatlah Lena itu. Saya merasa roknya semakin pendek, dia semakin genit dekatmu”
Coki: “Ah biar saja, saya tidak tertarik padanya”
Tokoh = Bohong
Istilah ‘tokoh’ dalam Bahasa Indonesia biasanya merujuk pada “seseorang yang penting dalam masyarakat”, namun di Medan, kata tersebut memiliki arti yang sangat berbeda, yaitu ‘dibohongi’.
Sebagai contoh,
Ucok: “Ya ampun, kan sudah kukatakan dia itu bukan dukun asli, palsu dia itu, tetapi kamu masih percaya padanya sampai memberinya uang, kau dibohongi itu”
Coki: “Ya, betapa sialnya aku”
Kombur = Gosip
Kamus Bahasa Medan dan Artinya – Jika Anda menemui seseorang yang sering bergosip, baik itu ibu rumah tangga atau siapa pun, maka orang tersebut dapat disebut sebagai ‘kombur’. Namun, ‘kombur’ lebih mengarah pada sifat seseorang yang gemar berbicara tentang topik nyata atau sekadar topik hiburan.
Di Medan, seseorang yang bicara banyak juga bisa disebut sebagai ‘banyak kombur’.
“Sepertinya dia terus bergosip dengan tetangga di depan sana sejak tadi. Seharusnya ibu ini memasak”
Eskete = Tidak berteman lagi
Tidak tahu apakah berlaku di daerah lain, tapi orang Medan biasanya menggunakan kata ‘eskete’ untuk menggambarkan “tidak berteman lagi”. Jadi, jika ada dua orang yang berteman dan berselisih hingga memutuskan untuk “tidak berteman lagi” dan marah pada temannya, maka kata ‘eskete’ yang akan mereka ucapkan.
“Kita ‘eskete’ saja, kamu tidak mengundangku saat ulang tahunmu”
Kedan = Teman Akrab
Untuk kata ‘kedan’, ini mengandung nuansa sangat akrab dan paham satu sama lain. Jadi jika ada dua orang yang saling mencaci dan membully temannya sendiri namun tetap akrab dan merasa seperti saudara, mereka bisa disebut ‘kedan’.
Coki: “Kita kan kedan, pinjamkan duitmu seribu, aku mau beli camilan”
Ucok: “TIDAK ADA!!”
Jika Anda ingin menjadikan seorang wanita dari suku Batak sebagai pasangan hidup, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Mentel = Bergaya
Jika di Jawa ada tren cabe-cabean, di Medan ada istilah ‘anak mentel’. Sifat cabe-cabean itulah yang disebut ‘mentel’.
“Anak SD sekarang tampaknya bergaya sekali, sudah pandai memakai lipstik, bahkan sepatunya pun berhak tinggi, sungguh lain kali”
Bereng = Melirik Sinis
Kata ‘bereng’ sebenarnya berasal dari bahasa Batak, yang mungkin menjelaskan mengapa kata ini sering digunakan di Medan, mengingat Medan didominasi oleh etnis Batak. Namun, ‘bereng’ untuk orang Batak berarti “lihat”. Sedangkan orang Medan biasanya menggunakan kata “bereng” dengan makna yang sama namun lebih negatif, yaitu melirik dengan sinis.
“Mengapa kamu melirik sinis! Tidak senang? Mari bertengkar!”
Galon = Pom Bensin
Orang Medan biasanya menggunakan ‘galon’ untuk merujuk ke tempat, sementara Bahasa Indonesia menggunakan ‘galon’ sebagai kata benda. Jadi jika ada yang mengatakan “mau ke galon minyak” itu berarti dia mau ke pom bensin. Lalu, bagaimana dengan galon air mineral? Ya, itu juga disebut galon! Bingung, bukan?
“Antarkan dulu paman ke galon di depan ya Cokā¦ dia memiliki janji bertemu dengan temanmu di sana”
Mancis = Korek/Pematik
Jika Anda ingin membeli pematik api di toko-toko di Medan, gunakan istilah Mancis, karena mereka mungkin tidak familiar dengan kata pematik atau Anda bisa menambahkan kata korek sebelum Mancis.
“Mas, tolong belikan saya Mancis yang dilengkapi dengan senter, satu saja”
Becak Mesin = Becak Motor
Kami, orang Medan, tidak menggunakan kata motor, yang kami kenal adalah ‘kreta’. Jadi, becak motor biasanya kami sebut sebagai becak mesin.
Ucok : “Mau ke mana kamu?”
Coki : “Aku mau naik becak mesin, pergi membantu ayahku yang sedang sakit”
Pajak = Pasar
Jangan terkejut jika orang Medan menyebut pasar tradisional dengan istilah ‘pajak’.
Mamak : “Cok, tolong belikan saya ayam satu kilo di pajak Sukarame”
Ucok : “Ah, Mamak, itu jauh sekali, nanti saja, saya masih menonton film Dragon Ball”
Mamak : “Apakah kamu mau pergi sekarang atau kamu tidak mau makan nanti?”
Pasar = Jalan Raya
Sementara itu, kata ‘pasar’ berarti jalan raya. Bingung? Jangan sampai bingung, cukup hafalkan kata-katanya saja haha
Mamak : “Jangan main-main di pasar, nanti kamu tertabrak truk”
Ucok : “Ah, Mamak, jangan mendoakan yang tidak baik, mari kita bermain”
Coki : “Ya, Cok, saya merasa takut”
Baca Juga : Destinasi Liburan di Medan
Bengak = Bego
Kita biasanya mendengar istilah bego, namun di Medan, istilah yang lebih sering digunakan adalah ‘bengak’. Pahami arti kata ini ketika seseorang menyebutmu dengan kata ‘bengak’.
Ucok : “4+4 itu sama dengan 8, bukan 16, bengak!”
Coki : “Saya tahu, saya hanya sedang bercanda dengan ibu guru, jadi saya tulis 16”
Cak = Coba
Ini bukan tentang tarian kecak yang ada di Bali, tapi orang Medan memang sering memendekkan kata coba menjadi cak.
“Hei, apa itu yang ada di tanganmu? Cak lihat dong?!”
Tradisi kanibalisme telah lama menghilang seiring dengan munculnya agama di Tano Batak, tetapi kita masih bisa melihat jejak-jejaknya.
Kesimpulan
Bahasa Medan, yang dipengaruhi oleh etnis Batak dan Melayu, memiliki sejumlah istilah unik yang mungkin bingung bagi mereka yang tidak akrab dengan dialek lokal tersebut. Istilah-istilah ini meliputi “Mancis” untuk korek api, “Becak Mesin” untuk becak motor, “Pajak” untuk pasar, dan “Pasar” untuk jalan raya. Lebih jauh, kata-kata seperti “Bengak” dan “Cak” digunakan sebagai pengganti kata “Bego” dan “Coba” dalam Bahasa Indonesia standar.
Pemahaman akan dialek dan idiom lokal ini penting tidak hanya untuk memahami budaya Medan dan cara komunikasi lokalnya, tetapi juga dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana Bahasa Indonesia dapat berubah dan beradaptasi di berbagai wilayah di Indonesia. Namun, ingatlah bahwa penggunaan dan pemahaman istilah-istilah ini dapat bervariasi tergantung pada konteks dan individu.